muhasabah

dibawah langit

Assalamu'alaikum

Label

Selasa, 15 Maret 2011

Izinkan Aku Meminangmu


Farhan baru genap berusia 23 thn, kuliahnya belum selesai ketika dia memutuskan untuk menikah dan bercerita pada sahabatnya. Melihat semangatnya yang menggebu, sahabatnya bertanya soal kesiapannya. Orangtua memang belum setuju, papar Farhan. Alasannya kakak saya masih ada 2 org yang masih lajang dan sayapun belum selesai kuliah.
Bukankah menikah muda itu memiliki banyak keutamaan? Bagaimana dengan persiapan hidup setelah pernikahan? Apakah kamu sudah punya penghasilan?
Farhan pun menjawab, saya memang tidak punya penghasilan tetap, tetapi insyaallah orang tua calon istri tak keberatan membantu...
~~~
Lain pula halnya dengan Doni, meski sudah berumur 30 tahun tapi ia masih belum siap untuk menikah. Mau dikasih makan apa anak istri saya kelak? ungkapnya. Penghasilan saya habis untuk membantu orang tua dan kebutuhan sehari-hari saja. Saya tak ingin anak istri saya nanti merasakan seperti kondisi keluarga saya dahulu yang hidup serba kekurangan, mengingat sekarang biaya hidup begitu besar.  
~~~
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita menyaksikan orang yang cepat menikah dan adapun juga yang sudah sepantasnya menikah namun belum juga menikah. Keinginan menikah, bila tidak diiringi persiapan yang matang memang bisa menjadi bumerang. Bisa tidak jadi menikah atau lebih parah lagi kecewa sesudah menikah. Karenanya perlu persiapan sangat cermat sebelum seseorang bersegera melakukan proses menuju pernikahan.

Antara baligh dan dewasa
Secara fisik, orang yang telah baligh siap untuk menikah. Bila secara fisiologis tak ada masalah, maka seseorang sudah siap untuk menjalani hidup pernikahan. Namun, pernikahan tentu saja tidak hanya membutuhkan persiapan fisik saja, akan tetapi ada 2 hal yang harus dijadikan patokan untuk menilai persiapan diri dalam melangsungkan pernikahan.
Pertama, soal kematangan mental calon yang ingin menikah. Apakah ia sudah memahami bahwa menikah adalah sebuah perjalanan tanggung jawab yang besar, sehingga dia harus siap menanggungnya. Seberat apapun tanggung jawab itu ada nantinya.
Kedua, harus memahami bahwa menikah itu bukan saja memunculkan sejuta keindahan, tapi juga sejuta masalah kehidupan. Sehingga ia harus siap menghadapi setiap masalah yang mungkin timbul, yang mungkin lebih kompleks karena bertambahnya jumlah keluarga serta peran baru yang akan ditempuh. Apalagi buat ikhwan, ia juga harus mengantisipasi soal kemampuan hidup dan menghidupi keluarganya kelak.
Oleh sebab itu, persiapan yang menjadi pokok dan menjadi titik pusat perhatian, adalah persiapan kedewasaan. Mengapa kedewasaan? Karena dalam makna kedewasaan inilah tercakup persoalan kematangan kepribadian. Sebagaimana kata orang, bahwa tua itu adalah kepastian, tetapi dewasa adalah sebuah pilihan, berarti untuk menjadi dewasa ada proses-proses yang harus dijalani. Orang yang berusia muda  tidak bisa dipastika tidak dewasa dan sebaliknya.

Sosok shaleh plus
Faktor kedewasaan sangat dipengaruhi oleh pendidikan keimanan yang mereka dapatkan. Karena itu bila ditanyakan faktor apa yang menjadi modal utama persiapan pernikahan, maka jawabannya adalah faktor kedewasaan rohani atau keshalehan diri yang mampu memberi seseorang kemampuan bersikap benar dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Persiapan kedewasaan rohani atau keshalehan didapat dengan menguatkan hubungan dengan Allah serta memlalui pembinaan akhlak. Sehingga sedikit demi sedikit terbangunlah kematangan kepribadian dan tanggung jawab. Kematangan dan tanggung jawab inilah yang akan membuat seseorang bisa menghadapi kebaikan atau keburukan dengan baik dan benar sesuai syar’i.
Selain soal persiapan kedewasaan rohani, masih ada yang perlu dipersiapkan para lajang sebelum menikah yaitu persiapan fisik, mental, pemikiran dan materi. Persiapan pemikiran berarti mengetahui tujuan, hukum, hak dan kewajiban dalam menjalani hidup pernikahan. Sedangkan persiapan materi tentang biaya hidup setelah pernikahan .

Soal sekufu
Menikah dengan yang sekufu merupakan salah satu cara mewujudkan pernikahan yang bahagia. Sekufu bisa dibilang sederajat dengan harkat, martabat dan hidayat. Namun saat ini banyak yang salah mengartikan bahwa sekufu itu haruslah dilihat dari segi materi atau derajatnya saja. Persamaan tingkat/derajat bukanlah syarat dalam pernikahan, meski kufu merupakan hak pihak wanita dan walinya.  Keduanya berhak menilai dan memutuskan, apabila calon suami dipandang lebih rendah derajatnya (status sosialnya) maka mereka berhak menolaknya.
Persamaan tingkat itu dapat ditinjau dari lima segi:
  1. Agama. Seorang wanita muslim tidak setingkat dengan kafir.
  2. Merdeka. Seorang yang merdeka tidak setingkat dengan budak.
  3. Keturunan. Seorang dari keluarga yang saleh tidak setingkat dengan keluarga yang fasik.
  4. Kehormatan dan kesucian diri. Wanita terhormat dan jauh dari noda dosa besar tidak setingkat dengan pria pemabuk atau penjudi.
  5. Status sosial. Pria yang pekerjaannya rendah tidak setingkat dengan wanita anak dari orang terpandang kedudukannya.
Firman Allah swt: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (QS. An-Nur:3)

Dari persamaan tingkat tersebut, sekufu dalam menikah lebih dititik beratkan kepada agama. Agama yang mencakup keimanan dan akhlak seseorang tetaplah hal utama ketika memilih calon pendamping.

Komunikasi ta’aruf
Setelah mantap dengan satu calon pasangan, proses perkenalan (ta’aruf) pun bisa dilakukan. Apa saja yang sebaiknya diungkapkan dalam masa ta’aruf ini? Visi misi calon pasangan tentang pernikahan serta kriteria dia soal pasangan hidup yang diharapkannya, serta sifat dan kebiasaan yang menonjol dari calon pasangan. Mengapa ini penting? Agar kita tau sifat, mimpi dan harapan calon pasangan terhadap pernikahan yang akan berlangsung. Bila kriteria itu terlalu tinggi, mungkin bisa dinegosiasi atau bahkan dibatalkan.
Bila semua berjalan lancar, proses ini tentu terlalui dan lamaran anda diterima. Bila sudah begini tak ada kata yang lebih tepat untuk diungkapkan kecuali Alhamdulillah, segala pujian dan kesenangan adalah semata milik Allah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar