muhasabah

dibawah langit

Assalamu'alaikum

Label

Sabtu, 22 Januari 2011

Maafkan Aku Ayah


ku tahu betapa sayang dirimu padaku ayah
padahal sesungguhnya
engkau terluka karena aku
engkau kecewa karena tingkahku

maafkan aku ayah
tak ada maksudku tuk buatmu bersedih
tak ada maksudku tuk melupakanmu
tak ada maksudku tuk buatmu kecewa
tak ada ayah...tak ada...

ku tau engkau sangat menyayangi kami
ku tau engkau ingin membahagiakan kami
ku tau engkau berjuang tuk memenuhi hidup kami
ku tau engkau ingin selalu dekat dengan kami
ku tau ayah... ku tau...

ayah...
kubayangkan air mata memenuhi pelupuk matamu
membuatku merasa bersalah dan bersedih
tak ada yang dapat kuucapkan
selain kata maaf kepadamu
maafkan aku ayah...
maafkanlah atas kesalahan anakmu...
maafkanlah ayah...maafkan...

~~~~~~~~~~~~~~
sedikit catatan tentang puisi: mengisahkan kejadian beberapa hari yang lalu...

Maafkan aku ayah... bukan aku bermaksud untuk melupakan hari istimewamu, tapi aku benar-benar lupa mengucapkan selamat hari lahir padamu. Tanggal 20 januari seperti biasanya kami selalu mengucapkan selamat hari lahir pada orang tuaku, ayah. Dan seperti biasanya setiap hari istimewa sapa pun dalam keluargaku, aku selalu membuatkan kue untuk mereka. Kue yang dibuat dengan sedikit hiasan untuk dimakan bersama-sama anggota keluarga sebagai bentuk syukur kami bahwa Allah masih memberi kami waktu untuk berkumpul. Namun pada hari itu aku benar-banar lupa mengucapkan selamat pada ayah sekaligus juga lupa membuatkan sesuatu buatnya.

Padahal 2 hari sebelumnya aku sudah mengingat-ingat agar membeli bahan untuk membuat kue, tapi aku lupa, hingga hari istimewa ayahku. Pada hari istimewanya, aku baru ingat ketika jam sudah 11 malam, mau mengucapkan selamat ternyata ayah sudah tidur. Ketika esok paginya, aku lupa lagi. Ketika siang hari, ibu bercerita bahwa ayah bersedih karna aku tidak mengucapkan selamat hari lahir padanya. Kata ayah pada ibuku, " si dhia indak ado mangatoan salamaik do, padahal saharian inyo dirumah se karajonyo. sangko ka mangucapkan salamaik tadi ka ambo (saya), kironyo minta pitih tuak baia aia galon. anak awak yang di jawa se kuliahnyo ado ngucap salamaik, ko yang dirumah se karajonyo cuek se nyo". (si dhia ngak ada mengucapkan selamat, padahal seharian dhia dirumah aja kerjanya. Kirain mau mengucapkan selamat ke ayah, ternyata minta pitih untuk bayar air galon. Anak kita yang di jawa saja kuliah ada ngucap selamat ke ayah, nih yang dirumah aja kerjanya cuek aja).  Duh... merasa sangat bersalah dan bersedih jadinya, pantasan ketika makan malam, ayah menatapku dengan tatapan sedih, tapi aku kurang peka akan perubahan suasana yang terjadi. Sore hari itu juga selepas ayah pulang kerja, aku langsung minta maaf karna kemaren lupa ngucapin selamat pada ayah. Barulah aku melihat raut keceriaan diwajah ayahku, walaupun sudah terlambat tuk mengatakannya.

Aku ingat 10 tahun yang lalu ayahku juga pernah sedih bahkan meneteskan air mata. Pada waktu libur kakakku yang sekolah di aliyah pada kota yang berbeda datang ke rumah, namun lupa mengucap salam atau menghampiri ayahku untuk menanyakan kabarnya. Baru 2 jam kemudian kakakku sadar, ayah dari tadi tidak kelihatan, dicarinya ayah ternyata ayah sedang menangis dikamar. Melihat kejadian itu kakakku merasa bersalah, menangis dan minta maaf karna sebelumnya sudah melihat ayah tapi tidak langsung menyapa ayah. Beberapa tahun yang lalu aku juga melihat ayah menangis karna kakakku tidak menuruti permintaan ayahku.

Sebuah kata selamat, pamitan, salam, ucapan terima kasih dll begitu ditunggu-tunggu oleh orang tua kita, kadang kita tidak menyadari bahwa kata sekecil apapun itu tapi begitu bermakna bagi orang tua kita. Maafkan aku ayah...Maafkan anak-anakmu yang masih belum bisa membahagiakanmu...  Kami akan berusaha menjadi anak yang selalu berbakti padamu..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar